Banyak cara untuk memulai menulis puisi. Salah satu cara yang mudah adalah dengan menentukan judul terlebih dahulu. Misalnya dengan menggunakan salah satu kata benda.
Cobalah tips dan cara berikut ini.
Pilihlah salah satu nama benda yang ada di benakmu. Jadikanlah ia menjadi judul, spontan saja.
Ikuti saja jalan pikiranmu, tuliskan tentang hal-hal atau peristiwa apa yang terkait dengan benda tersebut.
Jangan takut salah, karena semakin banyak yang kamu tuliskan, kamu dapat memiliki lebih banyak pilihan kata atau bait puisi. Pilihlah kata dan bait yang paling bagus.
Mudah sekali bukan? Berikut ini adalah contoh puisi yang menggunakan kata benda sebagai judul atau pokok puisinya.
- Baca juga: Contoh puisi lainnya.
MALAM
Kau seperti orang kasmaran dan menyimpan rasanya rapat-rapat.
Aku, kamu, dia, dan mereka.
Melupa seperti embun yang perlahan luruh,
didapati dirinya di jalan pulang.
Kesetiaan menjadi pengorbanan.
Ketulusan indah di awangawang.
Ketika malam gelap kaupun tahu,
cinta dan kepahitan tak bisa dipisahkan.
Kau akan merasakannya.
Atau sudah.
Malam adalah ketika semua buku-buku ditutup.
Pelajaran menjadikan kita semakin naif.
Menghapal sejuta keanehan dari teman, kekasih dan tetangga.
Menyiksa nadi dengan suntikan kopi aren.
Menimbun lemak yang kau beli dengan mahal.
KAU DAN MEREKA
Kau yang terluka
Tertusuk di pedihnya luka
Dengan tiada berdaya
Kau yang terpuruk
Tersungkur nyaris ambruk
Dengan hati remuk
Kau terlalu berharga
Untuk kalah sia-sia
Dengan mudah menyerah
Kau hanya perlu bertahan
Sebentar saja
Sedikit saja
Sampai waktunya tiba
Mereka akan tahu kau siapa
Kau cuma ingin dia tersenyum
Namun dia berikan bahagia
Kau ingin dia menunggumu
Dia bahkan menjagamu
Kau ingin darinya segalanya
Lalu dia berikan hidupnya
Kau harap dia pun bahagia
Dia bilang tak perlu apa-apa
BUMI LANGIT
Karena ku bumi, dan kau langitnya
Kau kirim rintik airmu
Serasa tangis mengiring
Ke rerumputan kuning
Ke belukar kering
Hujanmu tetaplah sejuk kusanding
Birumu anggun
Melatari gunung agung
Bersolek awan putih
Kakiku tanah
Tulangku batu gamping
Keringatku kerikil
Dadaku gurun pasir
Tangisku sungai mati
Kini November tiba
Hujanmu membasuh segala
Menghapus tanpa sisa
Lalu pergi begitu saja
Engkau langitnya
Aku bumi gersangnya
Kita jauh berjarak Tak mungkin bersatu
—- Tuhan, janganlah begitu
Ku tahu kau yang tumbuhkan benih cintaku
Ketika nyatanya harus kering dan patah
Tolonglah, beri aku kekuatan
Menguburkan yang tersisa
Melupakan semuanya
UANG
perempatan jalan mengapit lelaki itu ketika matahari siang melepaskan jasnya
lelaki itu kewalahan menjinakkan tepukan tangannya
ke mukamuka wangi samping jendela lampu lalulintas
seperti belajar berhitung
lelaki itu pun menggunggung rupiah di sarung
ia tidak meminta uang
namun malunya sudah lelah memintaminta dirangkul
seperti anak gadisnya di kampung
menyulap kertas berwarna gincu menjadi skin care
—- “bapak sehatsehat nak, di sini obat lah yang mencari bapak”
TANAH KERING
belukar jiwaku merindu hujan
— sepi seperti kampung di kaki bukit
bocahnya berkejaran menasbihkan sunyi
aku lama tak mendengar suaraku sendiri
mungkin aku sudah hilang
—- atau dia yang memang sudah pergi
barisbaris puisi membawa pekak tangis
yang kukira deru hujan
membasuh mimpiku sampai pagi
bajuku gersang kerontang
kemarau panjang membawamu terbang
ku tak kuasa mengikat awan
badai purba seketika menyapu senyum di bumi
mengenalmu seperti menanamkan umbi hatiku
ke tanah keringmu
ia tak menumbuhkan apapun,
tapi tak pernah mati di dalamnya
di kejauhan kau minta untuk dilupakan
namun, melupakanmu adalah sama sulitnya menyayangi diriku sendiri
TUGU
semesta membawaku ke sebuah jalan
saat ku mulai memilihmu
semua tibatiba menjadi akar pohon
sulurnya tak puas menjerat pintupintu
seperti menjeritkan rumah kunci yang patah
kau melepaskan ku
kau antarkan aku sampai tapal batas
: batas mencintai dan batas memiliki
lalu ku tersadar setelah menjadi tugu