4 Tips Menulis Puisi tentang Ibu dan Contohnya

Hari ini saya berencana mengunjungi ibu saya di kampung. Saya teringat akan semua hal tentang ibu saya. Ibu, selalu saja menjadi inspirasi bagi siapapun, dan dalam hal apapun. Termasuk dalam berpuisi, berbaris-baris syair dapat tertulis dengan indah dan mengharu biru, untuk mengungkapkan perasaan seorang anak kepada ibunya.

Umumnya, isi puisi ibu adalah sebagai ungkapan terim kasih yang tidak bisa disampaikan. Tetap saja sejuta baris puisipun tidak sepadan dengan jasa dan kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Tema yang lain, bisa juga tentang tumpahan penyesalan atas sikap, perlakuan, dan tutur kata yang bisa saja menyakiti perasaan seorang ibu.

Keteladanan seorang ibu juga sering dijadikan tema dalam berpuisi. Banyak hal yang bisa dicontoh dari kehidupan keseharian seorang ibu, yang dapat menjadi teladan bagi anaknya. Ibu yang sabar dan penuh kasih sayang tentu akan menjadi idola bagi anaknya. Sifat itu akan menurun ke anaknya, dan akan terus dikenang sampai kapanpun.

Nah, kalian juga bisa menulis puisi tentang ibu. Ayo diasah perasaan dan empati kalian. Kadang dengan berpuisi, kalian bisa melepaskan segala perasaan, termasuk rindu kalian kepada ibunda. Bisa saja kalian dipisahkan jarak dengan ibunda, atau mungkin karena ibu kalian sudah tidak ada. Berikut ini beberapa tips untuk menuliskan puisi ibu.

1. Kenali Perasaanmu

Yang pertama, agar puisimu lebih dalam maknanya, pahami dan rasakan dengan sebenarnya, apa yang akan kamu ungkapankan. Apakah rasa terima kasih ke ibu? Atau penyesalanmu dan permohonan maaf ke ibu? Bisa juga kalian ungkapkan perasaan bangga kalian dianugerahi seorang ibu. Untuk ibu kalian yang telah tiada, kalian juga bisa menyampaikan doa-doa dengan menulis puisi. Tuhan ada di mana-mana, bukan? Nah, dari situ kalian bisa menentukan tema, atau pokok dari puisi ibu yang akan kalian buat.

2. Hadirkan Ibu di Situ

Sudah sewajarnya kalian pasti sayang dengan ibu kalian, walaupun banyak hal yang telah kalian lewati. Nah, dalam menulis puisi tentang ibu, kalian harus sebisa mungkin merasa dekat dengan ibu. Dengan itu kalian dapat menuliskan banyak hal, seperti kalian bertutur, bercakap dengan ibu; seolah-olah dia bersama kalian saat ini. Untuk itu gunakanlah frasa atau kata yang bisa memunculkan rasa dekat itu.

Misalnya, gunakanlah sapaan untuk Ibu, yang kalian biasa gunakan. Ada beberapa orang yang memanggil ibunya dengan ‘Emak’, ‘Mbok’, ‘Ummi’, ‘Inang’, dan sebagainya. Cara lainnya yang mungkin bisa menghadirkan ibu, yaitu dengan dekat dengan barang-barang pemberian, foto dan tempat kenangan, atau sekedar makanan kesukaan kalian danibu. Tentu akan banyak cara untuk menghadirkan ibu, karena sebenarnya dia sudah ada di hati kalian.

3. Kembali ke Rahim Ibu

Itu hanya sekedar ungkapan. Umumnya puisi tentang ibu, terkait dengan masa yang telah lalu; waktu yang kalian lewati bersama ibu. Jadi dalam penulisannya kadang merujuk ke masa lalu. Bisa saja tentang peristiwa beberapa tahun yang lalu, ketika kalian pertama kalinya merantau jauh dari ibu, atau direstuinya pernikahan kalian oleh ibu. Atau bisa jadi saat kalian mengenang saat wafatnya ibu.

Masa kanak-kanak juga bisa kalian gunakan sebagai tema puisi ibu. Masa yang sangat lucu dan menyenangkan, dalam asuhan dan pelukan ibu kalian. Karena sayangnya seorang ibu, bahkan dia korbankan segalanya, yaitu nyawanya, saat melahirkan kalian dari rahimnya.

4. Akhir yang bermakna

Husnul Khotimah. Teruskanlah melengkapi baris demi baris puisi yang kalian buat. Semakin banyak baris, pada umumnya akan didapatkan puisi dengan hasil yang bagus. Untuk menutupnya, fokuslah di beberapa bait terakhir. Di situlah inti dari apa yang akan kalian ungkapkan.

Pilihlah rangkaian kata yang dalam akan makna, yang dapat mewakili dari keseluruhan isi puisi. Kalian bisa mencobanya untuk menyampaikan kata terima kasih di bagian akhir puisi. Bisa juga sebaris doa tulus, atau pengharapan.  Bisa juga ungkapan rasa kekaguman dan kebanggaan telah menjadi anak dari ibumu.

Contoh Puisi Ibu

Supaya tulisan ini lebih lengkap, berikut ini adalah beberapa contoh puisi yang dapat kalian jadikan inspirasi dalam menulis puisi tentang ibu.
(Dari berbagai sumber)

IBU, MAAFKAN AKU…

Seandainya waktu mampu mengubur luka-luka masa lalu, lantas sedalam ia harus menggali kuburnya sendiri?

Kau telah mengalami dan melihat sendiri wujud sakit hati,
begitu barangkali
Kau telah mengalami dan melihat sendiri penolakan dari mereka yang kau cintai,
entah sudah berapa kali
Kau telah mengalami dan melihat sendiri kata-kata berubah menjadi belati,
sungguh tak tahu diri

Maaf…
Mungkin aku bisa menulis ribuan puisi tentang cinta
tentang patah hati
tentang benci
tentang rindu
Tapi aku tak pernah mampu menulis satu saja puisi tentangmu,
Ibu,
Maafkan aku…

Penulis: Luna Septalisa, di Kompasiana.com

IBU YANG BERBEDA

kau telah menjadi bapak
ketika parang tak bisa menebang
gunung-lembah tak perlu onak
biarlah keringat bersimbah darah
tak ada niat menyerah
kepada anak untuk diserah

kau menjadi hujan ketika panas parah
mengairi sawah mengupas gerah
agar semua berkah tak menjadi sepah
air mata ke mana tak perlu berkisah
biarlah disimpan sebagai cerita
dalam buku derita yang akan terbaca
ketika semua tiada hanya tinggal
alpa yang tiada terkira

bila bapak belajar dalam ruang membaca
ketika pintar dia keluar bekerja
susah payah mengukur derita
ketika pulang dia hanya bendera
terkadang tak ingin turun dan dikira

bila engkau belajar dalam ruang membaca
ketika pintar engkau keluar bekerja
susah payah merangkai cerita
ketika pulang harus sia menjadi perca
segala sela engkau sumpal hingga tak cela
segala kotor engkau seka hingga beda

peluh untuk keluarga
tangis untuk merdeka
ketawa untuk bersama
tetapi sekarang aku orang yang lupa
betapa tangan tak memberi derma
betapa pikir tak selau penuh dunia
ketika semua telah tiada
aku hanya bisa berdoa
semoga bisa berbagi pahala
agar kau tenang di alam sana

Ujung Kata, 819

Penulis: Rifan Nazhip, di Kompasiana.com

IBU

Ibu masih tinggal di kampung itu, ia sudah tua.
Ia adalah perempuan yang menjadi korban mimpi-mimpi ayahku.
Ayah sudah meninggal, ia dikuburkan di sebuah makam tua
di kampung itu juga,
beberapa langkah saja dari rumah kami.
Dulu Ibu sering pergi sendirian
ke makam, menyapu sampah dan, kadang-kadang,
menebarkan beberapa kuntum bunga.
“Ayahmu bukan pemimpi,” katanya yakin
meskipun tidak berapi-api, “ia
tahu benar apa yang akan terjadi.”

Kini di makam itu sudah berdiri sebuah sekolah,
Ayah digusur ke sebuah makam agak jauh di sebelah
utara kota. Kalau aku kebetulan pulang, Ibu suka
mengingatkanku untuk menengok makam Ayah,
mengirim doa. Ibu sudah tua, tentu lebih mudah
mengirim doa dari rumah saja. “Ayahmu dulu sangat
sayang padamu, meskipun kau mungkin tak pernah
mempercayai segala yang dikatakannya.”

Dalam perjalanan kembali ke Jakarta, sambil
menengok ke luar jendela pesawat udara, sering
kubayangkan Ibu berada di antara mega-mega. Aku
berpikir, Ibu sebenarnya lebih pantas tinggal di sana,
di antara bidadari-bidadari kecil yang dengan ringan
terbang dari mega ke mega–dan tidak mondar-
mandir dari dapur ke tempat tidur, memberi makan
dan menyusui anak-anaknya. “Sungguh, dulu ayahmu
sangat sayang padamu,” kata Ibu selalu, “meskipun
sering dikatakannya bahwa ia tak pernah bisa memahami
igauanmu.”

Sapardi Djoko Damono
Buku: Ayat-Ayat Api

3 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *